Ada yang lebih menakutkan daripada mati muda: hidup panjang, tapi tanpa pernah benar-benar hidup.
Kita sering mengira penyesalan terbesar lahir dari kegagalan—bisnis yang runtuh, cinta yang kandas, cita-cita yang tak tercapai. Nyatanya, penyesalan paling pahit justru datang dari hal-hal yang tidak pernah kita lakukan. Dari keputusan yang tak pernah kita ambil. Dari langkah yang tak pernah kita tempuh.
Banyak orang sibuk menunda. “Nanti kalau waktunya tepat.” “Nanti kalau sudah siap.” Sampai akhirnya mereka sadar, kata nanti adalah cara paling halus untuk mati pelan-pelan.
Dan tiba-tiba, usia menua. Rambut memutih. Lutut melemah. Hidup yang dulu penuh kemungkinan berubah menjadi satu kalimat getir: “Andai dulu aku berani.”
Buku ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mengingatkan. Bahwa tua itu pasti, tapi sia-sia adalah pilihan. Bahwa keberanian kecil lebih berarti daripada seribu mimpi yang hanya tinggal di kepala.